Ketahuilah bahwa orang yang sampai ke miqat itu punya dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, sampai ke miqat di luar bulan-bulan haji, seperti Sya'ban dan Ramadhan. Yang sunnah bagi orang dalam kelompok kemungkinan ini adalah berihram umrah. Ia niatkan dalam hatinya berihram untuk umrah seraya melafazhkan dengan lisan:
لبيك عمرة
Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah
atau mengucapkan:
لبيك اللهم عمرة
Ya Allah, kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah
Kemudian melanjutkan dengan menyuarakan talbiyah seperti talbiyah Nabi s.a.w., yaitu:
لبيك اللهم لبيك
لبيك لاشريك لك لبيك
إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
Kusambut panggilan-Mu, Ya Allah
Kusambut panggilan-Mu,
Kusambut Panggilan-Mu,
Tiada sekutu bagi-Mu,
Kusambut panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala puji,
karunia dan kekuasaan
hanyalah milik-Mu
Tiada sekutu bagi-Mu
Hendaknya ia memperbanyak membaca talbiyah ini dan berdzikir kepada Allah-subhanahu- hingga ia sampai ke Ka'bah, hendaknya berhenti dari talbiyahnya. Berikutnya thawaf mengelilimgi Ka'bah, di lanjutkan dengan shalat dua raka'at di belakang maqam Ibrahim. Kemudian keluar menuju Shafa untuk melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah tujuh kali. Kemudian mencukur bersih atau memendekkan rambutnya. Dengan demikian selesailah umrahnya dan halal baginya apa yang haram semasa ihram.
Kemungkinan kedua, ia sampai ke miqat di bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzul Qa'dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Orang yang demikian ini dibolehkan memilih salah satu dari tiga hal yaitu:
a.berniat haji
b.berniat umrah
c.memasukkan niat umrah dalam haji
Hal ini karena ketika sampai ke miqat pada bulan Dzul Qa'dah, dalam Haji Wada', Nabi s.a.w. memberikan kepada para sahabat kebebasan memilih salah satu dari ketiga jenis amalan itu.
Hanya saja yang sunnah bagi orang dalam kemungkinan ini juga, jika tidak membawa hadyu (binatang sembelihan), hendaknya berniat ihram umrah dan melakukan amalan-amalan sebagaimana yang telah kami sebutkan untuk orang yang sampai ke miqat di luar bulan-bulan haji. Karena Nabi s.a.w. memerintahkan para sahabat saat mendekati kota Mekah agar merubah niat ihram mereka menjadi niat ihram umrah. Dan beliau menekankan hal itu kepada mereka di Mekah. Karenanya, mereka melakukan thawaf, Sa'i dan mereka mencukur pendek rambut mereka dan bertahallul, untuk mentaati perintah beliau.
Lain halnya orang yang membawa hadyu (binatang sembelihan), Nabi s.a.w. memerintahkan kepadanya untuk tetap mengenakan ihram hingga saat tahallul pada hari Nahar.
Yang sunnah bagi orang yang membawa hadyu (binatang sembelihan) adalah berihram haji dan umrah sekaligus. Karena Nabi s.a.w. melakukan hal itu. Dan, beliau pun menuntun hady (binatang sembelihan) dan memerintahkan kepada para sahabat yang menuntun hadyu, padahal mereka itu telah berihram umrah, agar berniat ihram haji beriringan niat umrah sekaligus dan agar tidak lepas dari ihramnya hingga tahallul dari keduanya pada hari Nahar.
Jika orang yang menuntun hadyu itu berihram haji saja (haji ifrad), hendaknya ia tetap pada ihramnya juga hingga ia tahallul pada hari Nahar sebagaimana orang yang melakukan haji Qiran.
Dengan demikian dapat diketahui, bahwa orang yang berihram haji saja atau berihram haji dan umrah sekaligus sedang ia tidak membawa hadyu, maka seyogianya ia tetap pada niat ihramnya itu. Akan tetapi yang sunnah baginya ialah merubah niat ihram tersebut menjadi niat ihram umrah. Selanjutnya ia melakukan thawaf, Sa'i dan mencukur pendek rambutnya serta bertahallul dari ihram umrahnya, sebagaimana yang diperintahkan Nabi s.a.w. kepada orang-orang yang tidak membawa hadyu di antara para sahabat. Kecuali jika ia khawatir tertinggal amalan haji oleh sebab ia terlambat datang di Mekah Maka ia tetap pada niat ihram haji ifrad atau haji qirannya itu. Wallahu A'lam..
Orang yang berihram, jika ia khawatir tidak dapat melaksanakan sampai akhir apa yang telah di niatkannya dalam ihramnya, karena sakit atau takut musuh dan semacamny, disunnahkan baginya, saat mulai berihram, mengucapkan:
فإن حبسني حابس فمحلي حيث حبستني
Jika aku terhalang oleh penghalang apapun,maka waktu dan tempat lepasku dari ihram adalah di mana Engkau tahan aku.
Hal ini berdasarkan hadits Dhaba'ah binti az-Zubair:
حد يث ضباعة بنت الزبير أنها قالت : يارسول الله إني أريد الحج وأنا شاكية : فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: حجي واشتر طي إن محلي حيث حبستني (متفق عليه)ا
Dari Dhaba'ah binti az-Zubair, bahwasanya ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak melakukan ibadah haji, sedang aku merasakan adanya penyakit yang kini kuderita".
Maka Nabi bersabda kepadanya: "Lakukan haji, dan menyatakan suatu syarat pengikat: INNA MAHILLI HAITSU HABASTANI (sesungguhnya waktu dan tempat lepasku dari ihram adalah kapan dan dimana Engkau takdirkan adanya suatu penghalang yang menahanku)". (Muttafaq Alaih)
Faedah pernyataan syarat pengikat ini adalah bahwa orang yang berihram, jika tiba-tiba terjadi sesuatu yang menghalanginya sehingga tidak dapat merampungkan amalannya, baik itu amalan tamattu', qiran atau ifrad, baik halangannya itu berupa penyakit ataupun hadangan musuh, maka boleh baginya lepas dari ihramnya (tahallul) ketika itu, dan tidak ada resiko apapun baginya.
Read more >>
لبيك عمرة
Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah
atau mengucapkan:
لبيك اللهم عمرة
Ya Allah, kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah
Kemudian melanjutkan dengan menyuarakan talbiyah seperti talbiyah Nabi s.a.w., yaitu:
لبيك اللهم لبيك
لبيك لاشريك لك لبيك
إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك
Kusambut panggilan-Mu, Ya Allah
Kusambut panggilan-Mu,
Kusambut Panggilan-Mu,
Tiada sekutu bagi-Mu,
Kusambut panggilan-Mu.
Sesungguhnya segala puji,
karunia dan kekuasaan
hanyalah milik-Mu
Tiada sekutu bagi-Mu
Hendaknya ia memperbanyak membaca talbiyah ini dan berdzikir kepada Allah-subhanahu- hingga ia sampai ke Ka'bah, hendaknya berhenti dari talbiyahnya. Berikutnya thawaf mengelilimgi Ka'bah, di lanjutkan dengan shalat dua raka'at di belakang maqam Ibrahim. Kemudian keluar menuju Shafa untuk melakukan Sa'i antara Shafa dan Marwah tujuh kali. Kemudian mencukur bersih atau memendekkan rambutnya. Dengan demikian selesailah umrahnya dan halal baginya apa yang haram semasa ihram.
Kemungkinan kedua, ia sampai ke miqat di bulan-bulan haji, yaitu Syawal, Dzul Qa'dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Orang yang demikian ini dibolehkan memilih salah satu dari tiga hal yaitu:
a.berniat haji
b.berniat umrah
c.memasukkan niat umrah dalam haji
Hal ini karena ketika sampai ke miqat pada bulan Dzul Qa'dah, dalam Haji Wada', Nabi s.a.w. memberikan kepada para sahabat kebebasan memilih salah satu dari ketiga jenis amalan itu.
Hanya saja yang sunnah bagi orang dalam kemungkinan ini juga, jika tidak membawa hadyu (binatang sembelihan), hendaknya berniat ihram umrah dan melakukan amalan-amalan sebagaimana yang telah kami sebutkan untuk orang yang sampai ke miqat di luar bulan-bulan haji. Karena Nabi s.a.w. memerintahkan para sahabat saat mendekati kota Mekah agar merubah niat ihram mereka menjadi niat ihram umrah. Dan beliau menekankan hal itu kepada mereka di Mekah. Karenanya, mereka melakukan thawaf, Sa'i dan mereka mencukur pendek rambut mereka dan bertahallul, untuk mentaati perintah beliau.
Lain halnya orang yang membawa hadyu (binatang sembelihan), Nabi s.a.w. memerintahkan kepadanya untuk tetap mengenakan ihram hingga saat tahallul pada hari Nahar.
Yang sunnah bagi orang yang membawa hadyu (binatang sembelihan) adalah berihram haji dan umrah sekaligus. Karena Nabi s.a.w. melakukan hal itu. Dan, beliau pun menuntun hady (binatang sembelihan) dan memerintahkan kepada para sahabat yang menuntun hadyu, padahal mereka itu telah berihram umrah, agar berniat ihram haji beriringan niat umrah sekaligus dan agar tidak lepas dari ihramnya hingga tahallul dari keduanya pada hari Nahar.
Jika orang yang menuntun hadyu itu berihram haji saja (haji ifrad), hendaknya ia tetap pada ihramnya juga hingga ia tahallul pada hari Nahar sebagaimana orang yang melakukan haji Qiran.
Dengan demikian dapat diketahui, bahwa orang yang berihram haji saja atau berihram haji dan umrah sekaligus sedang ia tidak membawa hadyu, maka seyogianya ia tetap pada niat ihramnya itu. Akan tetapi yang sunnah baginya ialah merubah niat ihram tersebut menjadi niat ihram umrah. Selanjutnya ia melakukan thawaf, Sa'i dan mencukur pendek rambutnya serta bertahallul dari ihram umrahnya, sebagaimana yang diperintahkan Nabi s.a.w. kepada orang-orang yang tidak membawa hadyu di antara para sahabat. Kecuali jika ia khawatir tertinggal amalan haji oleh sebab ia terlambat datang di Mekah Maka ia tetap pada niat ihram haji ifrad atau haji qirannya itu. Wallahu A'lam..
Orang yang berihram, jika ia khawatir tidak dapat melaksanakan sampai akhir apa yang telah di niatkannya dalam ihramnya, karena sakit atau takut musuh dan semacamny, disunnahkan baginya, saat mulai berihram, mengucapkan:
فإن حبسني حابس فمحلي حيث حبستني
Jika aku terhalang oleh penghalang apapun,maka waktu dan tempat lepasku dari ihram adalah di mana Engkau tahan aku.
Hal ini berdasarkan hadits Dhaba'ah binti az-Zubair:
حد يث ضباعة بنت الزبير أنها قالت : يارسول الله إني أريد الحج وأنا شاكية : فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: حجي واشتر طي إن محلي حيث حبستني (متفق عليه)ا
Dari Dhaba'ah binti az-Zubair, bahwasanya ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak melakukan ibadah haji, sedang aku merasakan adanya penyakit yang kini kuderita".
Maka Nabi bersabda kepadanya: "Lakukan haji, dan menyatakan suatu syarat pengikat: INNA MAHILLI HAITSU HABASTANI (sesungguhnya waktu dan tempat lepasku dari ihram adalah kapan dan dimana Engkau takdirkan adanya suatu penghalang yang menahanku)". (Muttafaq Alaih)
Faedah pernyataan syarat pengikat ini adalah bahwa orang yang berihram, jika tiba-tiba terjadi sesuatu yang menghalanginya sehingga tidak dapat merampungkan amalannya, baik itu amalan tamattu', qiran atau ifrad, baik halangannya itu berupa penyakit ataupun hadangan musuh, maka boleh baginya lepas dari ihramnya (tahallul) ketika itu, dan tidak ada resiko apapun baginya.