ShoutMix chat widget

Senin, 09 Mei 2011

Home » » NIAT IHRAM

NIAT IHRAM

    Sesuai mandi dan membersihkan badan serta mengenakan pakaian ihram, hendaknya ia berniat di dalam hatinya memasuki jenis ibadah yang dikehendaki, baik haji ataupun umrah, Hal ini berdasarkan  sabda Nabi s.a.w.:
 إنما الأ عمال بالنيات وأنم لكل امرئ ما نوى
Sesungguhnya perbuatan itu terkait dengan niatnya. Dan, setiap orang akan mendapatkan apa yang diniatkannya.

    Disyari'atkan baginya untuk melafazhkan niatnya (menyatakan dengan lisan). Jika adalah umrah, hendaknya ia mengucapkan:
لبيك عمرة
Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah

atau:
اللهم لبيك عمرة
Ya allah, kusambut panggilan-Mu untuk melakukan umrah

    Jika niatnya adalah haji, hendaknya ia mengucapkan:
لبيك حجا
Kusambut panggilan-Mu untuk melakukan Haji

atau :
اللهم لبيك حجا
Ya Allah, kusambut panggilan-Mu untuk melakukan haji.

    Hal ini berdasarkan apa yang di lakukan oleh Nabi s.a.w.

    Utamanya niat itu dilafazhkan setelah ia berada di atas kendaraan yang ditumpanginya, baik itu onta maupun kuda, atau kendaraan bermotor atau lainnya.
Karena Nabi s.a.w. baru menyatakan niatnya setelah beliau berada di atas hewan tunggangan beliau, di saat hewan tunggangan beliau itu  menghentakkan kakinya beranjak dari miqat  untuk membawa beliau.
Ini adalah pendapat yang terbenar dari sekian  pendapat para ulama.

    Melafazhkan niat tidaklah disyari'atkan kecuali  dalam ihram saja, karena terdapat tuntunannya dari Nabi s.a.w. Adapun di dalam shalat, tawaf dan ibadah lain, seyogianya niat tidak di lafazhkan . Tidak perlu mengucap: "Nawaitu an Ushallia.."(aku berniat shalat....). juga tidak perlu mengucap :"Nawaitu an Athufa..." (aku berniat melakukan thawaf ini,itu). Bahkan, justru melafazhkan niat semacam itu adalah  bid'ah yang diada-adakan. Lebih buruk lagi dan amat berdosa, sekiranya niat itu dilafazhkan keras. Seandainya  melafazhkan niat itu disyari'atkan, tentunya  Rasulullah s.a.w. menjelaskan hal itu kepada umatnya dengan perbuatan maupun perkataan beliau, dan tentunya para ulama salaf lebih dulu mengamalkannya.

   Dengan tidak terbuktinya hal itu dinukil dari Nabi s.a.w. maupun dari sahabat beliau, berarti dapat di ketahui bahwa itu adalah bid'ah.Padahal Nabi s.a.w. telah bersabda:
وشر الأمور محدثاتها وكل بد عة ضلالة
(أحرجه مسلم في صحيحه)
Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan. Dan setiap bid'ah itu adalah sesat. (Hadits ini diriwayatkan muslim dalam Kitab "Shahih"-Nya).

0 komentar:

Posting Komentar

Selamat Datang Di Blok-ku